Sri Bulan Rahmawati

Kamis, 29 Mei 2014

Isi hati siapa yang tahu?

Sudah empat bulan berjalan hubunganku dengan Pria besar yang manis bernama Muhammad Ulil Albab. Aku biasa memanggilnya Ulil, Albab juga terkadang. Dahulu ia sahabatku, tapi karena intensitas kebersamaan yang sering rasa sayang itu akhirnya tumbuh. Bagiku ia segalanya, dia bisa jadi sahabat, pacar kadang jadi orang tua ku, Dia bisa mengertiku. Aku nyaman setiap sedang bersamanya, aku merasa dalam dekapan papa saat aku di peluknya. Hari - hari ku selalu dengannya, ya terkadang saat weekend kita harus berada di rumah masing karena kuliah libur. tapi ada juga saat hari libur kita habiskan waktu bersama untuk berlibur bersama. Liburlah yang kadang jadi membosankan saat aku tdk bertemu dengannya hahahaha

Terakhir kali aku merasakan dicintai itu satu tahun lalu, kebahagiaan sekejap yang berujung rasa sakit berkepanjangan. Dari sinilah aku jadi pemilih, memilih siapa yang benar-benar bisa mengerti aku, bisa menerima apa kekuranganku, dan serius. Aku bukan anak kecil lagi jadi aku tdk berfikir untuk pacaran main-main. Yaaaaa jadi lah berfikir serius buat jalanin sebuah hubungan. Kedengerannya sih sok iye, tapi kapan dewasanya kalo main main mulu. Aku yakini Ulil yang terbaik, makanya aku putuskan untuk mencoba merasakan apa yang aku rasakan tahun lalu.

Dalam sebuah hubungan pertengkaran memang wajar, hanya saja aku perhatikan permasalahan itu terjadi dua minggu sekali. Rasanya gusar saat masalah terjadi tapi kita tdk bisa bertemu untuk menyelesaikannya. Entah salahku yang terlalu cemburu atau memang Albab yang terlalu banyak berinteraksi dengan para perempuan di dunia maya. Yang jadi permasalahan itu dunia maya, dunia yang tak nyata yang bisa menjadikan semua biasa jadi lebih dari biasa. Dari awal pun sudah berkomitmen untuk saling terbuka satu sama lain, tapi aku merasa dia tdk seperti itu. Aku seorang yang perasa, bisa juga hanya perasaanku saja.

Aku sayang dia, aku mau yang terbaik untuk kita. aku harus dewasa!! tapi saat aku ingin dewasa ada saja yang terbesit di benakku "untuk apa aku seperti ini toh dia tak seperti yang aku harapkan".Aku tak ingin menuntun, karena aku pun tak mau dituntut aneh-aneh. Rasanya ingin bicara serius tapi susah untuk menyatukan pikiran antara kita. Harus apa ya Rabb? aku sayang dia, aku tak ingin dia kecewa. Apa yang kau rencanakan untukku dan untukknya kedepan aku hanya ingin yang terbaik untuk kita berdua. Amin!!